Surat Terbuka Untuk Mendagri Tentang Dana Hibah APBD Untuk Instansi Vertikal di Aceh

Acehterkini (fhoto)

WAAJumat 03/07/2009

Surat Terbuka Untuk Mendagri Tentang Dana Hibah APBD Untuk Instansi Vertikal di Aceh

Nomor : Istimewa
Lamp : Data Dana Hibah Untuk Intansi Verikal.
Hal : SURAT TERBUKA

Kepada Yth.
Bapak Menteri Dalam Negeri RI
Di
Tempat.

Assalamualakum Wr. Wb.
Dengan Hormat.

Permendagri dan Anggaran Daerah

Hasil temuan KontraS Aceh, GeRAK dan LBH Banda Aceh menunjukkan bahwa Permendagri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, Bab II tentang pokok-pokok penyusunan APBD berpeluang menggerogoti APBD. Hal ini diakibatkan karena Permendagri ini mengatur tentang Belanja Hibah yang diperuntukkan kepada instansi vertikal. Permendagri ini sudah diperbaharui dengan Permendagri yang baru Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010.

Sepanjang tahun 2008 ditemukan paling sedikit Rp. 21.755.953.100,- (Kabupaten Aceh Utara) dana APBK yang diperuntukkan untuk belanja hibah kepada instansi vertikal. Dalam investigasi yang dilakukan KontraS Aceh, GeRAK dan LBH Banda Aceh, ditemukan fakta bahwa dalam anggaran tahun 2009 dana belanja hibah untuk instansi vertikal masih banyak ditemukan. Investigasi ini dilakukan di 9 kabupaten/kota yang meliputi : Kab. Sabang, Kota Banda Aceh, Kab. Aceh Besar, Kab. Pidie, Kab. Pidie Jaya, Kota Lhokseumawe, Kab. Aceh Utara, Kab. Bener Meriah dan Kab. Aceh Barat, dengan total temuan sebanyak Rp. 25,523,183,091. (lihat lampiran hasil temuan)

Instansi yang ditemukan menerima aliran dana hibah ini adalah TNI, Polri, Intelijen, Kejaksaan dan Pengadilan, Lembaga/Badan/Organisasi Lainnya. Ada beberapa hal serius dengan aturan hibah yang tidak ketat dalam Permendagri ini.

1. Permendagri ini tidak mengatur secara jelas mengenai mekanisme dan persyaratan pemberian hibah kepada instansi vertikal, persoalan ini menimbulkan ketidakjelasan di level kabupaten/kota. Di beberapa kabupaten/kota, terutama Sabang, aliran dana hibah ini masuk ke dalam APBK dalam jumlah yang cukup besar.

2. Peluang hibah yang diberikan kepada instansi vertikal, membuat instansi vertikal mendapatkan legitimasi untuk mendapatkan alokasi dana di APBA/APBK. Kebingungan di level pemerintah kabupaten/kota, kemudian menyebabkan beberapa dana non hibah ikut dialokasikan untuk instansi vertikal. Contohnya, di Aceh Utara ditemukan belanja pengadaan mobil dinas Danrem Lilawangsa Aceh Utara sebesar Rp. 450.000.000,-.

3. Permendagri ini menimbulkan –tidak tertib- administrasi keuangan daerah maupun nasional, ketidak jelasan aturan berpeluang menimbulkan adanya duplikasi anggaran, karena instansi vertikal sudah dianggarkan melalui APBN. Selain itu, prioritas alokasi anggaran untuk keperluan daerah menjadi terganggu. Dana yang harusnya dialokasikan untuk prioritas kebutuhan publik (pendidikan, kesehatan dll) di daerah menjadi tersedot untuk membiayai instansi vertikal.

4. Permendagri ini jelas tidak sinkron dan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI jelas mengatur bahwa pembiayaan instansi TNI dan Polri hanya berasal dari APBN.

5. Dalam konteks penegakan hukum, aliran dana ke Kejaksaan dan Pengadilan akan mengendorkan penegakan hukum yang adil dan independen. Dalam konteks reformasi keamanan, peluang hibah kepada dua instansi yakni TNI dan Polri, semakin menunjukkan pentingnya reformasi sistem komando teritori TNI dan juga kultur dan paradigma pertahanan negara. Daerah seperti Sabang, harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk beberapa satuan organisasi teritori TNI. Padahal pembiayaan pertahanan Sabang sebagai pulau terluar, dianggarkan melalui APBN, sesuai hukum yang berlaku.

6. Ditemukannya dana yang mengalir kepada Komunitas Intelijen daerah (KOMINDA) membuktikan kekhawatiran komponen masyarakat sipil ketika Peraturan Menteri dalam Negeri No.11 Tahun 2006 Tentang Komunitas Intelijen Daerah disahkan Lebih lanjut, penggunaan anggaran daerah (APBD) untuk mendanai Kominda sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 12 Permendagri 11/2006, tidak hanya akan menjadi beban baru bagi anggaran daerah yang sifatnya terbatas, tetapi juga telah menyalahi prinsip penggelolaan anggaran pertahanan dan keamanan yang bersifat terpusat melalui APBN.

Ironi Anggaran Pertahanan

Politik anggaran pertahanan bukanlah politik angka-angka. Politik itu membutuhkan rasionalitas, kesungguhan dan kejujuran berpikir dalam rancang bangun kekuatan pertahanan. Di sini, sikap reaktif dan parsialitas berpikir dalam pembahasan anggaran pertahanan penting dihindari.

Kami menilai, sulitnya pengalokasian anggaran untuk sektor pertahanan bukan hanya disebabkan terbatasnya anggaran tetapi juga karena dialokasi dan inefesiensi anggaran sektor pertahanan. Alhasil, pengalokasian anggaran pertahanan belum memiliki korelasi yang maksimal dalam meningkatkan kekuatan pertahanan

Faktanya, kendati realitas geografis Indonesia sebagai negara maritim, akan tetapi strategi dan sistem pertahanan masih bertumpu pada kekuatan darat dengan mempertahankan struktur komando teritorial. Bahkan, pemerintah berencana membentuk komponen cadangan pertahanan negara yang konsekuensinya akan membebani anggaran pertahanan. Dalam konteks itu, belum tuntasnya perumusan tata ulang sistem dan strategi pertahanan; belum tertatanya perencanaan pertahanan yang berjenjang dan penentuan skala prioritas yang tidak terukur menjadi permasalahan dasar yang mempengaruhi kompleksitas pengalokasian anggaran sektor pertahanan.

Lebih dari itu, kebutuhan untuk menaikkan ataupun menurunkan anggaran pertahanan harusnya diikuti dengan transparansi dan akuntabilitas di sektor pertahanan. Sebab, persoalan transparansi dan akuntabilitas di sektor pertahanan adalah masalah yang terus terpelihara hingga kini. Bahkan, persoalan itu seringkali berimplikasi pada terjadinya penyalahgunaan dana untuk kesejahteraan prajurit, yang mengakibatkan terjadinya korupsi dan konflik internal. Tidak hanya itu, fungsi-fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR dan BPK juga belum menunjukkan kinerja yang maksimal dalam pengawasan sektor pertahanan.

Selain itu, kami menegaskan, bahwa penggunaan anggaran untuk sektor pertahanan diluar anggaran negara (APBN) adalah tindakan yang bertentangan dengan UU TNI dan UU Pertahanan Negara. Dalam hal ini penggunaan anggaran daerah di Aceh sebesar Rp. 8.527.694291 untuk TNI dan Polri dalam APBK 2009 di Sembilan kabupaten/kota merupakan sebuah kesalahan.

Permendagri No. 32 Tahun 2008 yang menjadi dasar pemerintahan di Aceh (kabupaten/kota) dalam memberikan alokasi anggaran untuk TNI dan Polri jelas-jelas bertentangan dengan UU Pertahanan, UU Polri dan UU TNI. Untuk mengkokresi kesalahan itu, presiden dan parlemen penting untuk mengevaluasi ulang dan mendesak menteri dalam negeri mencabut kebijakan tersebut.

Persoalan ini sesungguhnya menunjukkan sebuah ironi, disatu sisi keluhan akan keterbatasan anggaran negara untuk sektor pertahanan sedang diperdebatkan, disisi lain terdapat anggaran-anggaran diluar APBN dialokasikan untuk sektor pertahanan.

Atas dasar itu semua, menaikkan anggaran pertahanan tanpa dibarengi upaya perbaikan di wilayah-wilayah itu, sama saja dengan memberikan cek kosong. Dengan demikian adalah penting bagi otoritas politik untuk kembali berpikir secara rasional dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pertahanan. Namun demikian kami sependapat bahwa peningkatan kesejahteraan prajurit merupakan prioritas utama yang penting untuk dipikirkan.

Dari berbagai temuan diatas maka KontraS Aceh, Imparsial, GeRAK dan LBH Banda Aceh menyatakan:

1. Permendagri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 yang berkaitan dengan aturan hibah kepada instansi vertikal telah terbukti menggerogoti APBK di Aceh, selain itu Permendagri ini bertentangan dengan Undang-undang yang mengatur bahwa pembiayaan instansi vertikal adalah dari APBN.

2. Mendesak kepada Presiden angar melakukan revisi ulang kebijakan pertahanan, termasuk meminta Menteri Dalam Negeri untuk mancabut pasal hibah untuk instansi vertikal dalam Permendagri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, serta aturan terkait lainnya.

3. Menghimbau pemerintah daerah dan DPRA/DPRK di Aceh dan Kabupaten laiinya untuk fokus pada prioritas alokasi anggaran untuk kebutuhan daerah. Dan tidak lagi memberikan alokasi hibah kepada instansi vertikal tanpa aturan yang jelas.

Demikianlah surat ini kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Banda Aceh, 30 Juni 2009
KontraS Aceh
Hendra Fadli
Koordinator

GeRAK Aceh
Askhalani
Pjs. Koordinator
LBH Banda Aceh
Mustiqal Syahputra
Kadiv. Ekonomi, Sosial dan Budaya

Tembusan :
1. Presiden Republik Indonesia
2. Ketua Dewan Perwakila Rakyat Republik Indonesia
3. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
4. Menteri Pertahanan RI
5. Menteri Keuangan.
6. Panglima TNI
7. Kapolri
8. Gubernur Aceh

Perdamaian Berkeadilan untuk Aceh!

KontraS Aceh
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh
The Aceh Commission for Disappearances and Victims of Violence
Jl. Mujur No. 98 A, Lingkungan Raja Jalil, Gampong Lamlagang
Banda Aceh 23239 Indonesia Telp./Fax. +62-651-40625
Email: kontrasaceh_federasi@yahoo.com Website: www.kontras.org/aceh
Previous Post Next Post